A.
Pengangkatan dan pemberhentian jaksa
Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, yang dimaksud Jaksa
adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya, dalam kepres No. 55 tahun 1991 mengatur tentang “susunan
organisasi dan tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia” yang dimaksud Kejaksaan adalah Lembaga
Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara. Kejaksaan Agung, Kejaksaan tinggi
dan kejaksaan Negara sebagai pelaksana kekuatan negara terutama dibidang
penuntutan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan.
Ø Dalam pengangkatan seorang jaksa telah diatur dalam Pasal 8:
1.
Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh
Jaksa Agung.
2.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut
saluran hierarki.
3.
Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan
berdasarkan alat bukti yang sah.
4.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya ,
jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma
keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga
kehormatan dan martabat profesinya.
5.
Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan,
pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang
bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Ø Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa diatur dalam pasal 9:
Ayat (1)
1.
Warga negara Indonesia
2.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3.
Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4.
Berijazah paling rendah sarjana hukum;
5.
Berumur paling rendah 25 (dua puluh lima)
tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
6.
Sehat jasmani dan rohani;
7.
Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan
tidak tercela; dan
8.
Pegawai negeri sipil.
Ayat (2)
untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus
pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
Jaksa Agung.
Ø Pasal 10
1.
Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa Agung.
2.
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya
akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan
Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara
Republik Indonesia.
bahwa saya
senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan,
serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan
sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, professional, adil, tidak
membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan
akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya
senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh
campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
bahwa saya
dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak
langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian”.
Pasal 11
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang
merangkap menjadi.
a. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik
negara/daerah, atau badan usaha swasta.
b. advokad
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan atau pekerjaan yang dilarang
dirangkap selain jabatan atau pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaanya;
c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
atau
e. melakukan perbuatan tercela.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah
jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di
hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja
Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
(2) Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh Jaksa Agung.
(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan
fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2) tentang kesempatan untuk membela diri.
Pasal 15
(1) Apabila terdapat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan
terhadap seorang jaksa, dengan sendirinya jaksa yang bersangkutan diberhentikan
sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung
B.
Fungsi dan Wewenang jaksa Menurut
Undang-undang Kejaksaan No. 16 tahun 2004.
Ø Dalam Pasal 30
1.
Dibidang
pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a.
Melakukan penuntutan;
b.
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
d.
Melakukan penyelidikan terhadap tindak
pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.
Melengkapi berkas perkara tertentu dan
untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2.
Di bidang perdata dan tata usaha negara,
kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
3.
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman
umum, kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan:
a.
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.
Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.
Pengawasan peredaran barang cetakan;
d.
Pengawasan kepercayaan yang dapat
membahayakan masyarakat dan negara;
e.
Pencegahan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama;
f.
Penelitian dan pengembangan hukum serta
statik kriminal.
Ø Pasal 31
kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk
menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat
lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau
dirinya sendiri.
Ø Pasal 32
Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam
Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenag lain
berdasarkan undang-undang.
Ø Pasal 33
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan
membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta
badan negara atau instansi lainya.
Ø Pasal 34
kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam
bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.